[ID] Milana: Perempuan Yang Menunggu Senja

   milana

Judul Buku: Milana: Perempuan Yang Menunggu Senja

Penulis: Bernard Batubara

Tahun Terbit: 2013

Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Buku ini saya dapatkan di sebuah acara dari rangkaian Ubud Writers and Readers Festival 2013 yang digelar di Denpasar. Saya sempat mengira Milana adalah sebuah novel, namun ternyata kumpulan cerpen . Bagi saya yang belakangan makin menggemari cerpen, tentu saja ini menyenangkan. Dan lebih menyenangkan lagi ketika kumcer yang baru saja saya beli ini bersedia ditandatangani oleh sang penulis, Bara, yang hari itu juga menjadi salah satu pembicara :)

Kumcer ini berisikan 15 cerita pendek yang sebelumnya sudah dipublikasikan di situs pribadi Bara (bisikanbusuk.com) dan juga di berbagai media masa. Tema yang disajikan dalam Milana cukup beragam, mulai dari romansa cinta (yang kerumitannya juga menghasilkan berbagai jenis dimensi hubungan), hubungan antara manusia dan Sang Pencipta, sampai terselip juga kisah yang berbau misteri di dalamnya.

Dari sekian banyak cerita pendek yang ada, cerita favorit saya antara lain “Beberapa Adegan Yang Tersembunyi Di Pagi Hari”, “Goa Maria”, “Tikungan”, “Pintu Yang Tak Terkunci”,”Hanya Empat Putaran”, “Semalam Bersama Diana Krall”, dan “The Beautiful Stranger”.

“Beberapa Adegan Yang Tersembunyi Di Pagi Hari” bukanlah cerita pertama dalam kumcer ini, tetapi yang pertama membuat saya tertegun. Belum apa-apa, cerita ini sudah dibuka dengan sepenggal puisi cantik :). Ceritanya yang diambil dari sudut pandang beberapa tokoh: Daun, Embun, Pagi dan Angin. Daun diam-diam jatuh cinta kepada Matahari, dan setelah mengalami patah hati yang dikarenakan oleh Matahari juga, ia bertemu Embun. Namun, Embun hanya bisa tinggal sementara. Kejadian-kejadian ini diamati oleh ‘sesepuh’ bernama Pagi, yang merasa terlalu tua untuk disuguhi cerita semacam ini. Tetapi, tak banyak yang tahu bahwa Pagi yang sinis ini juga menyimpan luka lama – dan Angin yang gemar berkelana akan menceritakannya.

Lalu ada “Goa Maria”, karya Bara yang sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris (bisa dilihat disini) dan dimuat di dalam antologi tulisan dua bahasa Ubud Writers and Readers Festival 2013 “Through Darkness To Light”. Cerpen ini berkisah tentang cinta Suhana, gadis cantik dari keluarga berada, dan Wanto, putra penjual sayur di pasar, dengan latar belakang kolam renang di Goa Maria, Pontianak. Atmosfer cerita yang ditawarkan agak ‘gelap’ dan ada nuansa klasik yang terselip dengan pemakaian bahasa Melayu Pontianak di beberapa dialog singkat.

Nuansa misteri masih berlanjut pada cerpen berikutnya “Tikungan”. Latar belakang cerita ini cukup sederhana, yakni tentang sebuah lingkungan pemukiman yang ramai dan di dalamnya ada sebuah tikungan yang sering dilalui orang-orang. Karena kerap terjadi kecelakaan, warga berusaha untuk melakukan apa saja agar tidak ada lagi yang celaka. Tanpa disadari, penyebab kejadian tersebut  sebenarnya bukan seperti apa yang mereka perkirakan.

Satu cerpen yang cukup mengusik adalah “Pintu Yang Tidak Terkunci”. Kisah yang dikembangkan dari puisi Robert Frost yang berjudul “Lockless Door” ini memiliki satu tokoh, “Aku”. “Aku” mendengar sebuah ketukan di pintu kamarnya dan dihantui oleh suara ketukan yang berubah-ubah iramanya. Baik di dalam puisi maupun cerpennya, suara ketukan dan sesosok manusia sebenarnya merupakan penggambaran seseorang yang berusaha sekuat tenaga menjauhi kematian, bahkan ketika dihimpit oleh tenggat waktu yang semakin sempit. Sebuah makna yang membawa saya tenggelam dalam sebuah lamunan tentang hidup.

Jika ada yang mengira buku “Milana” ini isinya cerita yang ‘gelap-gelap’ saja,  banyak juga cerpen-cerpen manis yang saya suka. Sebut saja “Hanya Empat Putaran.” Ceritanya tentang seorang pria yang berusaha untuk berlari lebih dari empat kali putaran lapangan. Disaat yang sama ada juga seorang wanita yang malah selalu berlari lebih dari empat putaran, dan berpikir bahwa pria tersebut aneh. Menariknya, tokoh wanita disini menyebut mantan pacarnya dengan sebutan “sepatu kesayanganku” – saya sampai membaca ulang cerpennya karena takutnya ini bukan tentang seorang pria dan wanita, tetapi tentang seorang wanita dan sepatu kesayangannya :P

“Semalam Bersama Diana Krall” mendapat perhatian khusus dari saya karena didalamnya disisipkan bait lagu “The Girl From Ipanema”. Pembaca akan digiring ke sebuah kafe kecil di sudut kota Jogja yang tenang, dan menjadi salah satu pengunjung yang kebetulan menyaksikan seorang pianis kafe yang memainkan lagu untuk seorang gadis yang kerap datang ke tempatnya bekerja. Mereka tidak pernah berbicara dengan satu sama lain, bahkan sang pianis baru mengetahui tentang alasan sang gadis datang ke Jogja dari seorang barista di kafe tersebut.

Lalu ada “The Beautiful Stranger”.  Bagi yang sering mengunjungi kafe untuk mengerjakan tugas sekolah atau kantor, pasti tidak asing dengan suasana di dalam cerpen ini. Tingkah laku orang-orang di sekitar kita bisa jadi cukup menarik untuk diamati (asal jangan sampai ketahuan), dan jangan-jangan ada yang berharap ketemu malaikat nyasar, ya? Hehe. Nah, tokoh “Saya” disini sedang kejatuhan durian runtuh ketika ia bertemu dengan sosok asing yang begitu memikat hatinya di sebuah kafe. Jika saya harus memilih satu cerpen cinta terbaik dari “Milana” versi saya sendiri, “The Beautiful Stranger” adalah kandidat utama. Monolog salah tingkah sang tokoh utama terdengar lucu dan bikin senyum-senyum sendiri! :)

Mungkin karena Bara berangkat dari menulis puisi, ada beberapa karya cerpennya yang merupakan pengembangan dari puisi-puisinya atau pun puisi karya penyair lain. Dan saya kira karena alasan yang sama pula, gaya penulisan Bara menjadi puitis, bahkan ketika sudah diubah ke bentuk prosa. Kata-katanya terlihat ringan, tetapi mengalir dan merdu.

Dan yang saya suka, tata bahasa dan ejaannya selalu rapi walaupun ada kata-kata yang tidak baku. Rapi bukan berarti kaku, karena ini adalah dua hal yang berbeda. Menulis dengan rapi juga bisa terlihat ringan, seperti yang ditawarkan oleh beberapa cerpen dalam buku “Milana”.

Oh iya, buku ini juga dilengkapi oleh ilustrasi oleh Lala Bohang untuk setiap bagiannya. Dengan teknik black and white yang dipakai, gambar-gambar tersebut membawa kesan surealis dan misterius dalam kesederhanaan warnanya, terutama untuk konteks cerpen yang lebih serius.

4 thoughts on “[ID] Milana: Perempuan Yang Menunggu Senja

Leave a comment